SAJAK [ Sosial dan Sejarah ]
AL-ANDALUS MENANGIS

Andalus, seribu musim kau
merawat parah di ruang kendiri
saat laung istighfar Alhambra menjagakan marga langit
dengan seribu sengsara
dan pada detik berdarah itu
kiblat yang dicabut dari ladang ibadat ini
adalah kerebahan yang tidak tertebuspun oleh
sebungkus doa kita yang renyuk.
Sudah lewat berzaman tidurmu
ditertawakan
dentingan genta dari Giralda
melepaskan angin Mediteranean berpeleseran dirasuk rindu
buat Tariq
mencari jika masih tercicir
lagu-lagu muazzin yang rendah berbicara dengan langit
di mimbar Cordoba ini,
pun aku masih berdiri di sini, di tubir zaman
membaca ranumnya puisi luka Guadalquivir
bagai mengutip pepasir sesal di dasar arus yang teresak-esak
dalam rajuk yang panjang.
Masih akrabkah cinta dalam
malammu, Andalus.
pabila sejarah adalah cagaran buat syahadah
yang kita teduhkan di rimba nurani ini?
Atau telah mungkinkah tanah ini tersumpah
sesudah nafsu tumpah membanjiri sebuah riwayatmu
dalam amukan langit yang murka.
Dalam iktikaf usia ini
sempat kau bertanyakan kepada kami
Milik siapakah dosa ini?
Al Andalus, sesudah lelah
hadiah ziarahku kau jawab dengan salam curiga
saat diammu
merahsiakan tajamnya sebuah tangisan!
|